Sabtu, 14 November 2015

Tata Cara Memperoleh Wilayah Negara



          Menurut hukum internasional cara penambahan wilayah yang dibenarkan adalah dengan cara damai tanpa kekerasan. Piagam PBB Pasal 2 ayat 4 dengan jelas menyatakan larangan untuk menambah wilayah dengan kekerasan. Berikut bunyi pasal tersebut : Dalam melaksanakan hubungan internasional, semua anggota harus mencegah tindakan-tindakan yang berupa ancaman atau kekerasan terhadap kedaulatan atau kemerdekaan politik Negara lain.

Cara memperoleh yang dibenarkan menurut hukum internasional, yaitu okupasi, akkresi, prespeksi, cessi. Sedangkan aneksasi atau penaklukan (penggabungan suatu wilayah lain dengan kekerasan atau paksaan kedalam wilayah negara yang menganaksasi) tidak dibernarkan.

Penambahan dengan cara-cara akresi, cessi, okupasi, preskripsi, dan perolehan wilayah secara paksa yang biasanya berupa aneksasi, saat ini masih mungkin terjadi dan masih berlangsung. Cara tersebut (dalam teori hukum internasional) masih relevan apabila, pada kenyataannya masih ada fenomena tersebut. Cara-cara tersebut masih digunakan oleh negara-negara untuk menambah wilayah. Namun pada masa sekarang tidak semua cara masih digunakan.

Cara yang paling sering muncul saat ini untuk menambah wilayah yaitu dengan cara aneksasi dan referendum. Misalnya, aneksasi yang dilakukan Israel terhadap wilayah Palestina. Menurut hukum internasional cara tersebut tidak dibenarkan, karena ada larangan untuk menambah wilayah dengan kekerasan (Pasal 2 ayat 4 Piagam PPB). Selain itu, dengan cara referendum seperti di Timor Timur 1999, Sudan Selatan 2011.

Wilayah merupakan bagian dari kedaulatan dari suatu negara. Maka dari itu negara melindungi wilayah kekuasaan. Wilayah juga meruoakan sumber konflik internasional (antar negara). Banyak negara ingin menambah wilayahnnya, hukum internasional membatasi keinginan itu. Dalam memperoleh atau menambah wilyah sering terjadi konflik antar negara. Sengketa-sengketa juga dapat diselesaikan melalui konsialiasi dan dalam beberapa hal tertentu wajib menggunakan penyelesaian melalui konsialiasi. Berikut contoh penambahan wilayah yang masih terjadi masa sekarang :

1.    Okupasi atau Pendudukan (occupation) - Sengketa Pulau Falkland oleh Inggris dan Argentina
Otoritas eksekutif Falkland berada di bawah wewengan Ratu dan menjadi mandat gubernur. Kekalahan Argentina dalam perebutan Falkland mengakibatkan runtuhnya kekuasaan diktator militer Argentina pada 1983. Pertentangan mengenai kontrol kepulauan tersebut masih berlangsung hingga kini.

Sejak abad ke 18, Argentina dan Inggris telah bersitegang soal siapa yang memiliki pulau Falkland. Pada tahun 1982, pecang perang kedua negara memperebutkan pulau ini. Lebih dari 600 tentara Argentina dan 200 tentara Inggris tewas dalam pertempuran tersebut. Status pulau Falkland sendiri di PBB dianggap sebagai wilayah tak bertuan.

Konflik tesebut saat ini mulai memanas kembali. Dilansir dari Daily Mail, Rabu 1 Februari 2012, Angkatan Laut Inggris akan menurunkan kapal penghancur tipe 45 HMS Dauntless selama tujuh bulan di perairan sekitar Falkland, atau yang oleh Argentina disebut pulau Malvinas. Penurunan kapal perang ini juga untuk mengamankan wilayah tersebut menjelang perayaan pembebasan Falkland oleh Inggris dari Argentina 30 tahun silam.

2.    Akkresi (accretion) – melalui Pergerakan Sungai
Contoh cara penambahan wilayah secara alamiah yang mungkin timbul karena pergerakan sungai atau lainnya (misalnya tumpukan pasir karena tiupan angin), terdapat wilayah yang telah ada yang berada di bawah kedaulatan Negara yang memperoleh hak tersebut. Tindakan atau pernyataan formal tentang hak ini tidak diperlukan. Tidak penting untuk diketahui apakah proses penambahan wilayah itu terjadi secara bertahap atu tidak terlihat, seperti dalam kasus biasa endap-endapan lumpur atau tentang apakah penambahan itu disebabkan oleh sesuatu pemindahan tanah secara tiba-tiba atau mendadak, dengan ketentuan bahwa penambahan itu melekat dan bukan terjadi dalam satu peristiwa yang dapat diidentifikasiakan berasal dari loksi lain.

Apabila dikatakan bertahap atau tidak kelihatan setelah selang waktu yang cukup lama. Kaidah-kaidah hokum perdata Romawi mengenai pembagian pemilikan terhadap endapan-endapan lumpur pada aliran atau sungai-sungai diantara pemilik-pemilik yang bersebrangan secara analogi berlaku terhadap persoalan pembagian kedaulatan antara Negara-negara yang bersebrangan dimana endapan-endapan sama-sama timbul di sungai-sungai yang menjadi garis perbatasan mereka.

3.    Preskripsi (prescripton) - Pulau Palmas
Akibat perang Spanyol-Amerika Serikat tahun 1898, Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat berdasarkan Treaty of Paris. Pada 1906 pejabat Amerika Serikat mengunjungi pulau Palmas (Miangas) yang diyakini Amerika Serikat sebagai wilayah yang diserahkan kepadanya, tetapi Amerika Serikat mendapatkan bendera Belanda berkibar di Pulau Palmas.

Amerika Serikat dan Belanda merasa memiliki hak kedaulatan terhadap Pulau Palmas. Dasar klaim Amerika Serikat adalah cessi, yang ditetapkan dalam Treaty of Paris. Cessi “mentransfer” semua hak kedaulatan yang dimiliki Spanyol terhadap Pulau Palmas. Sedangkan Belanda mendasarkan klaim kedaulatannya terhadap Pulau Palmas pada alas hak okkupasi yaitu melalui pelaksanaan kekuasaan negara secara damai serta terus menerus atas Pulau Palmas.

Alas Hak Okkupasi ditentukan oleh prinsip “effectiveness”, efektif berarti memenuhi dua syarat, yakni adanya kemauan untuk melakukan kedaulatan negara di wilayah yang diduduki dan adanya pelaksanaan kedaulatan negara yang memadai di wilayah itu. Sedangkan Alas Hak Cessi adalah tambahan kedaulatan wilayah melalui proses peralihan hak yang dapat berupa pemberian, tukar menukar atau paksa. Cessi dapat terjadi dengan sukarela atau dengan paksa. Alas hak yang diperoleh melalui cara okupasi oleh Belanda lebih kuat dibandingkan cara cessi yang dilakukan oleh Amerika Serikat maka dari itu Arbitror memutuskan bahwa Pulau Palmas seluruhnya merupakan bagian wilayah Belanda.

4.    Cessi atau Penyerahan (cession) – Pembelian Alaska
Pembelian Alaska oleh Amerika Serikat dari Kekaisaran Rusia tahun 1867. Pembelian ini menambah luas wilayah Amerika Serikat sebesar 586.412 mil persegi (1.518.800 km²). Rusia saat itu sedang berada dalam posisi finansial yang sulit dan takut kehilangan Alaska Rusia tanpa kompensasi (terutama terhadap Britania Raya, musuh mereka dalam Perang Krim). Tsar Alexander II memilih menjual Alaska. Rusia menawarkan Alaska pada Amerika Serikat tahun 1859. Namun, Perang Saudara Amerika meletus.

Setelah Perang Saudara Amerika berakhir, Tsar menginstruksikan menteri Rusia untuk Amerika Serikat Eduard de Stoeckl untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat. Negosiasi dimulai pada Maret 1867, dan Amerika setuju untuk membeli Alaska dengan harga $4.74/km2, total $7.200.000. Pembelian ini terbukti berguna bagi Amerika Serikat karena penemuan kandungan minyak bumi yang besar di Alaska.

Sesungguhnya penyerahan wilayah menyusul kekalahan dalam perang lebih lazim terjadi daripada aneksasi. Suatu penyerahan melalui traktat adalah batal apabila pembentukan traktat itu dihasilkan dari ancaman atau penggunaan kekerasan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Negara yang menyerahkan tidak dapat mengurangi apa yang telah ia serahkan.

5.    Aneksasi atau Penaklukan (annexation) – Pendudukan Israel di Palestina
Pada tahun 1946Transyordania memperoleh kemerdekaan dari Mandat Britania atas Palestina. Agensi Yahudi untuk Israel mendeklarasikan berdirinya Negara Israel sesuai dengan rencana PBB yang diusulkan. Komite Tinggi Arab tidak mengumumkan keadaan sendiri dan sebaliknya, bersama dengan TransyordaniaMesir, dan anggota lain dari Liga Arab saat itu, mulai tahun 1948 Perang Arab-Israel. Selama perang, Israel memperoleh wilayah tambahan yang diharapkan menjadi bagian dari negara Arab di bawah rencana PBB. Mesir memperoleh kendali atas Gaza dan Transyordania mendapat kontrol atas West Bank.

Mesir awalnya mendukung terciptanya Pemerintahan Seluruh Palestina, tapi itu dibubarkan pada tahun 1959 dan Transyordania memasukkan Tepi Barat dalam membentuk Yordania. Aneksasi itu diratifikasi pada 1950. Perang Enam Hari 1967 berakhir dengan ekspansi teritorial signifikan oleh Israel. Ekspansi ini melibatkan seluruh Tepi Barat, yang tetap di bawah pendudukan Israel, dan Jalur Gaza yang diduduki sampai penarikan mundur Israel tahun 2005.

 Faktanya, Israel terus saja membangun permukiman Yahudi di Tepi Barat. Pembangunan permukiman Yahudi yang terus berlanjut di daerah pendudukan akan membuat pendudukan Israel atas wilayah Palestina menjadi permanen. Dalam laporan untuk Sidang Umum PBB itu, Falk mengatakan, sebegitu luasnya pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur sehingga membuat wilayah Palestina secara de facto telah dianeksasi Israel. Asumsi dasar resolusi DK PBB atas pendudukan wilayah Palestina oleh Israel tahun 1967 adalah sementara dan reversible.
Kesimpulannya, bukan hanya berdasar pada meluasnya pemukiman Yahudi di tempat pendudukan, melainkan juga pengusiran warga Palestina dari Jerusalem Timur dan penggusuran rumah-rumah mereka. PBB seharusnya mendukung sanksi ataupun boikot terhadap Israel dengan tuduhan melakukan pelanggaran hukum internasional.**


Jumat, 13 November 2015

LATIHAN SOAL PENGANTAR HUKUM INDONESIA (PHI)


PENGANTAR HUKUM INDONESIA (PHI)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA
*Dikutip dari PHI, Dr. Ilham Hermawan, S.H., M.H

Soal Latihan 

1. Apakah yang saudara ketahui tentang pengertian Unifikasi, Pluralistis (sifat politik hukum) dan kodifikasi (bentuk politik hukum)? Jelaskan dan berikan contohnya.

2. Apa yang menjadi asas dan dasar hukum berlakunya tata hukum pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Jelaskan dan berikan contohnya.

3. Apa perbedaan antara hukum publik dan hukum privat? Jelaskan dan berikan contohnya

4. Apa perbedaan antara hukum materiel dan hukum formiel? Jelasakan dan berikan contohnya

5. Jelaskan peristilahan dan difinsisi Hukum Tata Negara?

6. Apa yang saudara ketahui mengenai inti permasalahan Hukum Tata Negara? Jelaskan secara lengkap

7. Bagaimanakah pendapat Montesque dan Van Vollenhoven mengenai 
peranan hukum dan Hukum Tata Negara? Jelaskan dan bagaimana 
hubungan diantara keduanya.

8. Sebutkan yang menjadi peranan DPR, MA dan MK dalam Hukum Tata Negara!

9. Mengapa Hukum Administrasi negara dikatakan sebagai negara dalam keadaan diam?

10. Dalam Hukum Administrasi Negara pada hakekatnya melaksanakan karya tantra. Terangkan kegiatan dalam Hukum Adminitrasi Negara dan berikan contohnya

11. Apa yang saudara ketahui mengenai prihal hubungan penguasa dengan warganegara dalam Hukum Administrasi Negara? Jelaskan dan berikan contohnya.

12. Apa perbedaan hukum pidana dan kriminologi? Berikan contohnya
13. Sebutkan Asas-Asas Berlakunya Hukum Pidana (KUHP)!

14. Sebutkan dan jelasakan ruanglingkup kategorisasi peristiwa pidana.

15. Apa yang dimasud dengan unsur-unsur peristiwa pidana? Jelaskan

16. Sebutkan jenis-jenis Hukuman menurut Hukum Pidana?

17. Bagaimanakah sistematika hukum perdata menurut BW dan Doctrine? Jelaskan

18. Bagaimanakah kedudukan BW dengan keluarnya UUPA? Jelaskan

19. Apa yang dimasud dengan asas horozontal dalam hukum perdata adat?

20. Jelaskan ruanglingkup hukum harta kekayaan? Jelaskan

21. Apa yang dimasud dengan perikatan, perjanjian, dan prestasi?Jelaskan

22. Sebutkan asas-asas perkawinan yang terdapat di Undang-Undang No 1 Tahun 1974? Jelasakan dan berikan dasar hukumnya

23. Terdapat berapa bentukkah testamen (wasiat) dalam hukum perdata barat?Jelaskan

24. Bagaimanakah sistem kewarisan menurut Hukum Waris Perdata Adat?

25. Bagaimanakah prakasa proses dan penghentian proses dalam hukum acara perdata dan hukum acara pidana?

26. Bauatlah metriks perbedaan atara hukum acara perdata dengan hukum acara pidana, dalam hal asas yang berhubungan dengan peranan dan asas yang berhubungan dengan keadaan peradilan dan hakim!

--------------------------------------------------------------------------------------------

Jawaban 

1.       Unifikasi = satu system hukum di 1 negara untuk semua (UU No.5 1960 tentang tanah dan UU No.1 tentang Perkawinan), Kodifikasi = Peraturan-peraturan sejenis yang dibukukan secara sistematis (KUHP dan KUHPer), dan Pluralisme = Beberapa system hukum yang berlaku di suatu negara (Hukum adat, hukum Islam, dan Hukum Barat berlaku bersama di Indonesia).

2.       Asas Konkordansi yaitu asas yang sebelumnya diterapkan di negara yang sebelumnya dijajah oleh negara penjajah. Dasar hukumnya Pasal I dan II aturan Peralihan UUD 1945. Contoh : KUHPer, KUHP.

3.       Hukum Publik adalah Hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan umum/publik (Hukum Pidana, Hukum Tata negara) , dan Hukum Privat adalah Hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan khusus/perdata (Hukum Perdata)

4.        Hukum Materiil adalah hukum yang mengatur hak, kewajiban, subjek dan objek hukum (Hukum Pidana) dan Hukum Formil adalah hukum yang bertugas menjalankan dan menegakan hukum materiil (Hukum Acara Pidana).

5.       Hukum tata negara (De Staat in Rust) adalah hukum yang berhubungan dengan negara dalam keadaan tidak bergerak.

6.       Inti permasalahan HTN adalah : Status / Kedudukan yang menjadi subjek dalam hukum negara dan Role / Peranan mengenai yang harus dilaksanakan yaitu kewajiban dan yang boleh dilakukan yaitu hak.

7.       Peranan HTN, Menurut Van Vollenhoven yang dihubungkan dengan pendapat Montesque yaitu : regeling = Legislatif , bestuur & politie = Eksekutif, rechtspraak = Yudikatif.

8.       -------- Peranan DPR, MA, MK-----------

9.       HAN (de Staat in beweging) dikatakan sebagai negara dalam keadaan bergerak, karena Hukum Administrasi Negara sebagai pelaksana dari peranan hukum tata negara.

10.   HAN adalah Sikap Tindak / Perilaku hukum negara yang merupakan pelaksana peranan hukum – kewajiban / hak. Aspek : Publik (1) peraturan (2) Keputusan (Perizinan), Privat (1) Perdata.

11.   Hubungan Penguasa dan Masyarakat : a. Prinsip aktif (membina masyarakat) b. Prinsip pasif (Menunggu yang diurus oleh negara).

12.   Pidana melihat kejahatan berdasarkan apa yang telah diatur dalam UU sedangkan Kriminologi melihat kejahatan dari gejala social.

13.   Asas Berlakunya Hukum Pidana : Asas Teritorial , Asas Nasional aktif, Asas Nasional Pasif dan Asas Universal.

14.    ---Ruanglingkup Kategorisasi Pidana--

15.   Unsur-unsur Peristiwa Pidana : Sikap tindak, Masuk Lingkup laku perumusan kaedah Hukum pidana, Melanggar Hukum kecuali bila ada dasar pembenaran, dan didasarkan pada kesalahan.

16.   Hukuman Pokok : Mati, Penjara, Kurungan, dan Denda. Hukuman Tambahan : Pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman keputusan hakim.

17.   Sistematika Hukum Perdata. Menurut Doktrin : Pribadi, Keluarga, Harta, dan Waris. Menurut BW : Orang, Keluarga, Perikatan, Kadaluwarsa

18.   Kedudukan BW setelah keluarnya UUPA adalah tidak berlaku murni karena UU khusus mengesampingkan UU yang Umum (Lex Specialis derogate legi generalis).

19.   ----- Asas Horizontal Perdata Adat-----

20.   Ruanglingkup Hukum Kekayaan Benda, Perikatan, dan Hak imateril

21.   Prestasi : Hal yang harus dilaksanakan oleh pihak yang membuat perjanjian, Perikatan : Suatu hubungan hukum antara 2 pihak yang mana salah satu pihak harus memenuhi tuntutan dari pihak lainnya, dan
Perjanjian :   Suatu peristiwa dimana 2 pihak saling berjanji dan 2 pihak tersebut wajib memenuhinya.

22.   Asas-Asas perkawinan dalam UU No.1 Tahun 1974 :
a.       Dasar tujuan perkawinan (Pasal 1)
b.      Syarat sah pekawinan (pasal 2 ayat 1,2)
c.       Asas Monogami (Pasal 3,4)
d.      Kedewasaan (Pasal 6 ayat 1 & Pasal 7 ayat 1)
e.      Mempersulit terjadinya perceraian
f.        Hak dan kewajiban suami istri seimbang

23.   --Wasiat dalam hukum perdata adat -

24.   --- Kewarisan dalam perdata adat------

25.   Prakarsa Proses ialah : Penggugat dalam perkara perdata / masyarakat yang diwakili oleh penguasa (Polisi/jaksa) atas dasar pengaduan atau tidak dalam perkara pidana.
Penghentian proses setelah pemeriksaan dimulai dapat disepakati oleh para pihak semasa sidang dimana dalam perkara perdata proses dapat dihentikan.

26.   Perbedaan HAPER dan HAPID dari peradilan dan Hakim.
HAPER :  Asas Hakim Bersifat Menunggu (Pasal 168 HIR dan 142 RBG), Asas pemeriksaan cepat dan biaya ringan (Pasal 237 HIR dan 273 RGB).
HAPID : Asas praduga tak bersalah dan Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan (Pasl 14, 26, 27, 28 KUHAP).**

LATIHAN SOAL PENGANTAR ILMU HUKUM (PIH)




Universitas Pancasila Fakultas Hukum 



LATIHAN SOAL
PENGANTAR ILMU HUKUM


Kerjakan soal-soal di bawah ini dan pelajarilah sebagai persiapan ujian akhir semester. Jika
mahasiswa mencontek dalam mengerjakan ujian, akan mendapatkan nilai E. Semoga kalian
dapat lulus dengan nilai yang baik.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Apa yang saudara ketahui tentang isi kaedah hukum, sifat kaedah hukum? Berikan
contohnya

2. Bagaimana hubungan antara isi dan sifat kaedah hukum? Jelaskan 

3. Dapat di bagi berapakah perumusan kaedah hukum!Jelaskan

4. Apa yang dimaksud dengan disiplin dan ruang lingkup disiplin?Jelaskan

5. Terdapat 4 (empat) macam kaedah yang mengatur kehidupan manusia. Jelaskan 
kaedah fundamentil dan aktuil dari masing-masing kaedah tersebut! 

6. Apa yang menjadi tugas kaedah hukum?

7. Bagaimana hubungan tugas kaedah hukum dengan tujuan hukum?

8. Mengapa tugas kaedah hukum dikatakan dwitunggal? Jelaskan.

9. Apa yang saudara ketahui mengenai ruanglingkup disiplin Hukum? Jelaskan 
secara lengkap.

10. Jelaskan ruanglingkup Penyimpangan Kaedah Hukum!

11. Ada berapakah tanda-tanda kaedah hukum?

12. Apakah sifat mekasa dari kaedah hukum ada esensi?

13. Gambarkan pohon disiplin Hukum!

14. Mengapa Kaedah hukum itu penting?

15. Apa yang dimaksud dengan kaedah hukum individu dan kaedah hukum umum?

16. Menurut Imanuel Kant hukum tidak dapat didifinisikan. Mengapa hukum tidak 
dapat didifinisikan berikan 3 (tiga) alasan saudara!

17. Jelaskan Teori Stufenbau Hans Kelsen!

18. Apakah Kaedah Hukum dan Dalil Alam itu sama atau berbeda? (teori Hans Kelsen)

19. Manakah yang ada terlebih dahulu penyetaaan kaedah hukum atau kebiasaan!

20. Apa pengertian dari Ius constitutum dan Ius constituendum? 

21. Bagaimana kesimpulan Ter Haar mengenai penyataan kaedah hukum (keberadaan
kaedah hukum individu dan kaedah hukum umum)? 

22. Bagaimanakah hubungan atara Kaedah Hukum yang Abstrak dan yang kokrit jika
dihubungkan dengan tugas kaedah hukum! 

23. Apa yang menjadi landasan dan sasaran berlakunya kaedah hukum?

24. Apa pebedaan pembenar dan bebas kesalahan? 

*Dikutip dari latihan soal mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum FHUP, kelas Dr. Ilham Hermawan, S.H., MH



PEMENUHAN KEBUTUHAN PERUMAHAN UNTUK RAKYAT (Kapita Selekta HAN)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berdasarkan Tujuan Negara Indonesia, Setiap orang  berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif.[1]

Dalam Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 banyak disebutkan dalam beberapa pasal yang menjadi landasan dan berkaitan dengan hak – hak rakyat atas kebutuhan hidup yang layak sebagai berikut :
·         Pasal 28A “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”
·         Pasal 28C ayat (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”
·         Pasal 28H ayat (1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
·         Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.[2]

Untuk itu Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan.
Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[3]

Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. Industri bahan bangunan wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia

Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.

Pengendalian perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk: perizinan; penertiban; dan/atau penataan. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.[4]

B.     Pokok Permasalahan
1.      Apa saja Usaha – usaha yang telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atas perumahan bagi rakyat ?
2.      Peraturan perundang – undangan mana saja yang berkaitan dengan pembangunan perumahan ?
3.      Siapa saja yang bertanggungjawab untuk tercapainya tujuan pemenuhan kebutuhan atas perumahan bagi rakyat khusunya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ?

C.    Tujuan Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam merumuskan tujuan penelitian, penulis berpegang pada metode deskriftif. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1.      Untuk mengetahui usaha – usaha yang telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atas perumahan bagi rakyat
2.      Dapat memadukan peraturan  perundang – undangan yang saling terkait mengatur tentang Pemenuhan Perumahan untuk rakyat
3.      Memahami tentang siapa yang bertanggungjawab untuk tercapainya tujuan pemenuhan kebutuhan atas perumahan bagi rakyat khusunya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)

D.    Metode Penelitian
Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman–pedoman, cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan–lingkungan yang dihadapi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode sebagai berikut :

Metode Yuridis Normatif yaitu metode yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.


BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Secara Umum, Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
Secara Khusus Rumah terbagi Atas 5 golongan :
1.      Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. 
2.      Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atasprakarsa dan upaya masyarakat.
3.      Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
4.      Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.[5]
Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. (Pasal 1 (2) UU No 1 / 2011)
Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. (Pasal 1 (3) UU No 1 / 2011)
Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat (Pasal 1 (1) UU Nomor 1 tahun 2011).
Pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Perintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh pemukiman ayak huni, sejahtera, berbudaya dan berkeadian sosial.
Pengembangan pemukiman hendaknya juga mempertimhangkan aspe sosial. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan pemukiman diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Peran Kabupaten/ Kota dalam pengembangan wilayah
2.      Rencana Pembangunan Daerah
3.      Memperhatikan Kondisi Alamiah atau tipologi
4.      AMDAL[6]
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu dan berkewajiban menyelenggarakannya adalah pemerintah serta pihak lain yang memiliki wewenang atas hal tersebut.
Negara wajib dan harus bertanggungjawab menyediakan rumah layak huni bagi rakyat Indonesia. Tidak boleh ada satupun keluarga warga Negara Indonesia yang tidak memiliki rumah layak huni. Ini suatu prinsip HAM. Namun dalam kenyataannya, Negara masih belum mampu dan jauh dapat memenuhi dan melaksanakan kewajiban untuk menyediakan rumah layak huni bagi rakyat Indonesia.

TANGGUNG JAWAB BERSAMA
Kebutuhan rumah yang terus meningkat di setiap tahun simultan dengan kebutuhan tanah dimana rumah berdiri. Di sisi lain, keterbatasan lahan dalam memenuhi kebutuhan tanah untuk perumahan terus menjadi masalah yang memerlukan penanganan secara konprehensif. Kebutuhan akan perumahan hingga tahun 2025 diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta unit, sehingga kebutuhan rumah baru diperkirakan mencapai 1.2 juta unit per tahun. Akibat ketimpangan pertumbuhan penduduk berdampak pada kebutuhan akan hunian dibandingkan dengan ketersediaan rumah layak, diperkirakan backlog di bidang perumahan mengalami peningkatan dari 5.8 juta unit (pada tahun 2004) menjadi 7.4 juta unit (pada tahun 2009), sementara itu pertumbuhan keluarga baru setiap tahun sekitar 700.000 keluarga. Disamping itu, terindikasi pada tahun 2009 terdapat 4.8 juta unit rumah dalam kondisi rusak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 mengenai angka backlog perumahan sebanyak 13,6 juta terus menjadi acuan. Angka ini bertambah 800 ribu unit per tahun, dan akan terus bertambah apabila Pemerintah tidak segera menemukan solusi.[7]
Ide bahwa penyelenggaran perumah-an dan kawasan permukiman bukan hanya menjadi “Domain” pemerintah terlihat jelas dalam bagian asas dan tujuan. Sebagaimana tercantum pada salah satu tujuannya yaitu “memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahandan kawasan permukiman”.
Sementara salah satu asasnya adalah kemitraan. Hal ini akan semakin jelas dalam bab terkait penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman (Bab III sampai Bab XII), khususnya pada Bab XI tentang Hak dan Kewajiban dan Bab XII tentang Peran Masyarakat. Terkait hak dan kewajiban digunakan frasa ‘setiap orang’ berhak dan berkewajiban dan seterusnya. Sementara terkait peran masyarakat dikatakan bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan perrmukiman dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat berupa memberi masukan dalam tahapan penyusunan rencana, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan, pemeliharaan dan perbaikan, dan pengendalian. Bahkan lebih jauh lagi keter-libatan masyarakat diwadahi melalui forum pengembangan perumahandan kawasan permukiman yang ang-gotanya baik dari pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya.[8]
PROGRAM SATU JUTA RUMAH UNTUK RAKYAT
Untuk memenuhi visi pembangunan dalam rangka penyelenggaran perumahan rakyat yaitu “setiap keluarga menempati rumah yang layak huni”. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 telah menetapkan arah kebijakan dan strategi untuk mengatasi kesulitan Masyarakat Berpengahsilan Rendah (MBR) dalam penyediaan hunian layak, aman, dan terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) yang memadai. Arah kebijakan dan strategi dimaksud antara lain: peningkatan peran fasilitasi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyediakan hunian baru (sewa/milik) dan peningkatan kualitas hunian. Penyediaan hunian baru (sewa/milik) dilakukan melalui pengembangan system pembiayaan perumahan nasional yang efektif dan efisien termasuk pengembangan subsidi uang muka, kredit mikro perumahan swadaya, bantuan stimulan, memperluas program Fasilitas Lukuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), serta integrasi tabungan perumahan dalam system jaminan sosial nasional.[9]
SOLUSI ATAS PEMENUHAN PERUMAHAN
1.      Pembentukan Badan Layanan Umum Daerah bidang Perumahan (BLUD). BLUD ini diharapkan dapat mengelola dana dari APBD dan obligasi daerah untuk keperluan penyelenggaraan rumah MBR. Karena Daerah-daerah bertanggungjawab atas penyelenggaraan tanah untuk rumah MBR, harus didorong Daerah-daerah untuk mendirikan BLUD untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR. BLUD ini akan mengelola asset-aset untuk pemberdayaan dan perkuatan pembangunan perumahan bagi MBR. Pemerintah membantu dan mendorong Pemda untuk membentuk BLUD bidang perumahan. Di Pusat telah terbentuk Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU PPP) Kemenpupr. BLU PPP ini bahkan telah mengadakan penandatangan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) tentang Penyaluran Dana FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dalam rangka Pengadaan Perumahan melalui Kredit/Pembiayaan pemilikan rumah sejahtera (Tapak dan Susun) dengan Bank Bukopin dan Bank BTN Konvensional dan Bank BTN Syariah. BLU PPP ini juga mengelola dana FLPP dari APBN untuk program rumah MBR.

2.      Pemerintah tengah menyiapkan Perum Perumnas untuk berfungsi sebagai perpanjangan tangan Pemerintah untuk menyediakan rumah MBR melalui penguasaan tanah. Hal ini sesungguhnya pernah dilakukan pada masa lalu. Menurut Sumber Pemerintah, saat ini revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perum Perumnas diusulkan mendapat penugasan khusus, tetapi juga sebagai pengelola perumahan. Berdasarkan revisi ini, kemungkinan, tanah-tanah yang “idle” milik Pemerintah akan diserahkan kepada Perum Perumnas. Perum Perumnas nampaknya kembali diberbadayakan dan mendapat dukungan penuh oleh Pemerintah.

3.      Melibatkan sektor swasta dalam perspektif Public-Private Partnership (PPP). Diharapkan, sektor swasta bersedia menyediakan tanah bagi penydiaan rumah MBR. Juga membangun kemitraan dengan badan secara hukum dan keberadaan di masyarakat diakui (kelembagaan dapat yayasan, wakaf, perkumpulan berbadan hukum dan lain). Tanah dimiliki oleh masyarakat dicari model kemitraan, termasuk tanah selama ini terlantar/HGU bisa diajukan untuk pembangunan perumahan MBR.

4.      Memfasilitasi Pemda agar bisa membiayai pengadaan tanah melalui bantuan likuiditas seperti FLPP dan juga BLUD memiliki dana dan berfungsi memfasilitasi Pemda agar bisa membiayai penyediaan tanah.

5.      Melembagakan Obligasi di Daerah-daerah untuk membantu Pemda sehingga setiap Daerah mempunyai penambahan pembiayaan tanah dan untuk pembiayaan suku bunga. Obligasi adalah Surat Berharga Daerah dijual ke masyarakat (WNI) berdasarkan jaminan tanah dimiliki. Pemerintah perlu memberi bantuan teknis pendampingan Pemda membuat obligasi. Dana obligasi bisa digunakan untuk bangunan, PSU, atau subsidi. Potensi obligasi daerah harus digali sehinga Pemda bersangkutan mempunyai penambahan pembiayaan untuk pengadaan tanah dan pembiayaan fasilitas suku bunga bisa dijangkau. Pemerintah dalam hal ini Kemenpera harus segera membuat kebijakan matang tentang obligasi Daerah dalam perspektif UU No. 1 tahun 2011 bahwa Daerah wajib menangani urusan perumahan bagi Warga Negara Indonesia. Dana obligasi sebaliknya dikelola oleh BLUD.

6.      Mempercepat pelaksanan land banking. Mengacu UU No. 1 tahun 2011, khusus Bab IX, “land banking” merupakan suatu keharusan, terutama diawali dengan tanah tidak termanfaatkan secara baik oleh Negara atau lembaga-lembaga lain melalui suatu proses konslidasi. Pemerintah dapat menugasi Perum Perumnas atau membentuk Badan Konsolidasi Tanah untuk pengadaan tanah termasuk untuk penyelenggaraan rumah murah.

7.      Pemerintah membuat politik anggaran untuk konsolidasi tanah di dalam APBN, di samping tetap meningkatkan APBN, baik melalui mekanisme FLPP atau tidak, untuk subsidi bunga dan subsidi uang muka.

8.      Pemerintah membantu Daerah untuk penyiapan tanah matang dengan mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK). Tanah matang adalah tanah mentah disediakan Pemda bisa dimatangkan dalam arti dilengkapi dengan prasarana dan sarana. Perlu ada kewajiban dari sekian Hektar tanah dimatangkan dari alokasi DAK, untuk peruntukan rumah murah.

9.      Kemepur berupaya memastikan telah tersedia lahan dalam penyelenggaraan rumah MBR sebelum dilaksanakan alokasi program dan fasilitas ke Daerah bersangkutan. Selama ini pendekatan digunakan adalah Pemerintah mempunyai banyak program dan fasilitas tetapi tidak menguasai lahan dan menyerahkan pengadaan lahan kepada Pemda. Pendekatan ini harus dibalik, yakni justru kepastian penyediaan lahan menjadi prasyarat, baru kemudian bisa mengalokasikan program-program ke Daerah.

10.  Fasilitasi kerjasama pemanfaatan tanah untuk pembangunan perumahan bagi MBR, termasuk perumahan umum. Lebih detailnya, akan diuraikan di bagian di bawah ini.[10]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulam
Kebutuhan rumah akan terus meningkat di setiap tahun simultan dengan kebutuhan tanah dimana rumah berdiri. Di sisi lain, keterbatasan lahan dalam memenuhi kebutuhan tanah untuk perumahan terus menjadi masalah yang memerlukan penanganan secara konprehensif
Setidaknya lebih dari 3 peraturan peraturan perundang – undangan yang bisa di kolaborasikan untuk tercapainya tujuan pemenuhan atas perumahan untuk rakyat khusunya MBR.
Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merupakan kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu dan berkewajiban menyelenggarakannya adalah pemerintah serta pihak lain yang memiliki wewenang atas hal tersebut.
Negara wajib dan harus bertanggungjawab menyediakan rumah layak huni bagi rakyat Indonesia namun disamping itu, peran serta masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) juga sangat penting dalam mencapai tujuan Negara Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen PU, Buku Panduan Pengembangan Pemukiman (RPIJM) 2007 PDF
Effendi, Muchtar Harahap. Artikel tentang kebutuhan perumahan backlog sejuta : Fisip Universitas Jayabaya. PDF
INFORUM, Membedah Undang Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Majalah INFORUM. Edisi 3 tahun 2010
Pustaka Mahardika. 3 Undang – Undang Dasar Republik Indonesia. Jakarta
Peraturan Perundang – Undangan :
Undang – Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
PP Nomor 15 tahun 2004 Tentang Perumahan Nasional
Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015 – 2019
Permen Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Petunjuk Tehnis Penggunaan dana Alokasi Khusus Bidang Perumahan dan Pemukiman
Website  :
https://lismei05.wordpress.com/2014/11/16/permukiman-dan-perumahan-rumah-susun/ diakses pada hari jumat 13 November 2015 pukul 00.31 WIB


[1] Konsiderans UU No 1 Tahun 2011
[2] Pustaka Mahardika, 3 Undang – Undang Dasar Republik Indonesia
[3] Konsiderans UU No 1 tahun 2011, Op CIt
[4] https://lismei05.wordpress.com/2014/11/16/permukiman-dan-perumahan-rumah-susun/
[5] Pasal 1 Nomor 8, 9, 10, 11, dan 12 UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
[6] Departemen PU, Buku Panduan Pengembangan Pemukiman (RPIJM) 2007 PDF
[7] Muchtar Effendi Harahap, Artikel tentang kebutuhan perumahan backlog sejuta. Fisip Universitas Jayabaya. PDF
[8] Membedah Undang Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Majalah INFORUM Edisi 3 tahun 2010 PDF
[9] Ibid
[10] Ibid