Disusun oleh :
Rizky Adiansyah
(3012210363)
Regina Fadjri Andira
(3012210345)
Renny Savira S (3012210346)
Reynita Larasati W
(3012210349)
Vionny Cynthami
(3012210418)
Yemima Mlanirta Deda
(3012210442)
M Taufik Ashari
(3012210)
Fakultas Hukum
Universitas Pancasila
2014
A. Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Dalam makalah ini, fokus masalah yang
melatarbelakangi kami sampaikan materi ini adalah tentang masalah TKI selama
berada di balai pelatihan milik PJTKI. PJTKI memberikan pendidikan, pelatihan,
dan fasilitas yang akan digunakan TKI bekerja di luar negeri. Namun pelatihan
dan fasilitas yang diberikan banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan di
tempat TKI bekerja. Hal ini dirasakan oleh sebagian TKI yang telah berada di
negara tujuan. Mereka mengatakan bahwa materi dan pelatihan yang diberikan
selama di balai pelatihan berbeda jauh dengan realitas yang ada.
Lalu masalah TKI di penampungan. Selama berada di
penampungan, TKI harus menunggu masa tunggu yang lama. Mereka menunggu sekitar
6 bulan hingga 1 tahun tanpa kepastian berangkat dengan kondisi penampungan
yang tidak layak. Pelecehan seksual dan
penyekapan seringkali terjadi di penampungan oleh pengelola PJTKI, serta
tidak baiknya sistem administrasi yang diberikan calon TKI ke luar negeri.[1]
2.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami
ajukan adalah sebagai berikut :
a.
Apa
saja yang menjadi hak dan kewajiban buruh migran / calon TKI sebelum penempatan
diluar negeri;
b.
Bagaimanakah
Buruh migran seharusnya diperlakukan sesuai peraturan yang ada sehingga
memberikan kepastian hukum dan;
c.
Bagaimana
peran pemerintah dalam mengawasi proses ketenagakerjaan khususnya dibidang
buruh migran dari mulai perekrutan, pelatihan, pengiriman sampai purna
penempatan.
B. Pembahasan Materi
1.
Pengertian Buruh Migran
Dalam era globalisasi ini, daya serap
tenaga kerja tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun juga hingga keluar
negeri. Tenaga kerja yang datang untuk mengisi lapangan kerja yang ada, tidak
hanya berasal dari dalam negeri saja akan tetapi tidak sedikit pula diserap
oleh tenaga kerja asing atau dikenal sebagai buruh migran. Pengertian pekerja
migran didefinisikan dalam konvensi internasional 1990 tentang pekerja migran
adalah seorang yang akan, tengah, dan telah melakukan pekerjaan yang dibayar
dalam suatu negara, dimana dia bukan menjadi warga negara.[2]
Definisi buruh migran sangat luas
meskipun lebih sering diartikan sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
bekerja di Luar Negeri. Arti umumnya adalah orang yang bermigrasi atau
berpindah dari wilayah kelahiran atau lokasi tinggal yang bersifat tetap untuk
keperluan bekerja. Guna keperluan bekerja tersebut, pekerja migran akan menetap
di tempat bekerja tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Terdapat dua tipe pekerja migran,
yaitu pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran
internal adalah pekerja yang bermigrasi dalam kawasan satu negara. Contoh yang
paling sering dan mudah dipahami adalah urbanisasi dan transmigrasi.
Pekerja migran internasional itu
adalah perseorangan yang bermigrasi ke luar negeri untuk keperluan bekerja.
Dengan Definisi tersebut, maka pekerja di Kedutaan Indonesia di Negara Asing
adalah buruh migran atau pekerja migran.[3]
2.
Pengaturan Penempatan Buruh Migran
Penempatan buruh indonesia ke luar
negeri menjadi buruh migran merupakan program nasional dalam upaya peningkatan
kesejahteraan buruh dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya
manusia. Di dalam pasal 1 ayat (1) Kepmenaker No. 204 tahun 1999, menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penempatan buruh migran indonesia ke luar negeri
(Penempatan TKI) adalah kegiatan untuk mempertemukan ketersediaan TKI dengan
permintaan pasar kerja di luar negeri. [4]
3.
Pelaksanaan Penempatan Buruh Migran
Pelaksanaan penempatan buruh migran
di Indonesia, dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah maupun swasta melalui Perusahaan Jasa Tenaga
Kerja Indonesia atau disingkat PJTKI. Dalam pelaksanaannya PJTKI haruslah
mengikuti prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam
hal ini adalah Departemen Tenaga Kerja melalui Keputusan Menteri Buruh No 104
tahun 2002 tentang aturan penempatan buruh indonesia ke luar negeri.[5]
Mungkin lebih banyak tendengar
masalah – masalah buruh migran saat buruh migran tersebut berada diluar negeri,
namun sebenarnya dalam proses pertama jauh sebelum penempatan, banyak
pelangggaran hak – hak buruh migran yang dilakukan oleh PJTKI. Sebagai seorang
buruh migran, ada kewajiban yang harus dipenuhi yaitu menyerahkan dokumen
kepada PJTKI sebagai berikut,
1. KTP, Ijazah pendidikan terakhir, akte
kelahiran, atau surat keterangan lahir
2. Surat tanda status perkawinan (foto
copy buku nikah jika telah menikah)
3. Surat keterangan izin suami, istri,
orang tua atau wali
4. Sertifikat kompetensi kerja
5. Surat hasil pemeriksaan kesehatan
6. Paspor
7. Visa Kerja
8. Perjanjian penempatan kerja dan Kartu
Buruh Luar Negeri
Selanjutnya dalam Undang – Undang
Nomor 39 tahun 2004, menyatakan bahwa perekrutan caon TKI oleh PJTKI harus
memenuhi syarat sebagai berikut,
1. Berusia sekurang – kurangnya 18
(Delapan Belas) Tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada
pengguna perseorangan sekurang – kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun.
2. Sehat Jasmani dan Rohani
3. Tidak dalam keadaan hamil bagi calon
buruh perempuan dan,
4. Berpendidikan sekurang – kurangnya
lulus sekolah lanjutan tingkat pertama atau sederajat.[6]
4.
Tempat Penampungan Buruh Migran dan
Permasalahannya
Setelah
kewajiban terpenuhi dan calon TKI atau buruh migran diterima, buruh migran akan
ditempatkan di penampungan untuk mendapatkan pelatihan dan pendidikan sesuai
bidang pekerjaan yang akan dijalani, keterampilan, motivasi diri, mempelajari
bagaimana etos kerja yang baik dan terakhir mengikuti ujian kompetensi di Balai
Latihan Kerja Luar Negeri. Untuk hal ini, dapat dikatakan tidak terjadi begitu
banyak masalah karena semua terakomodasi dengan baik. Adapun selama dirumah
penampungan, fasilitas lain yang menjadi hak buruh migran dan paling sering
bermasalah adalah masalah fasilitas fisik. Berikut contoh kasus yang menjadi
permasalahan dalam tempat penampungan buruh migran.
Contoh Kasus 1. Ratusan TKI Kabur
Dari Rumah Pelatihan
liputan6.com,
Bekasi: Azan maghrib bergema, Senin (29/3). Satu per satu dari 103 calon tenaga
kerja Indonesia berhamburan dari Balai Latihan Kerja Yayasan Lembaga
Pengembangan TKI di kawasan Bekasi, Jawa Barat. Mereka berhamburan sambil
berteriak ada gempa bumi.
Mereka
kabur dengan memecahkan kaca dan merusak pintu. Bahkan, ada tenaga kerja wanita
yang menggigit tangan seorang satuan pengamanan bernama Cucu Fendi. Cucu juga
sempat diberi bogem mentah dan dicakar.
Diduga
para TKI kabur dari BLK mewah itu karena ada penyiksaan. Namun, kecurigaan ini
dibantah oleh Direktur Yayasan LPTKI Azhar Laena. Dia mengatakan, tidak
memperlakukan calon TKI dengan kasar. "Saya jamin itu tidak ada. Kalaupun
ada, saya akan koreksi itu," tutur Azhar.
Selain
itu beredar rumor, para calon TKI kabur karena khawatir dengan intervensi salah
satu partai politik besar yang sempat bertandang ke yayasan pada akhir tahun
silam. Namun ada juga yang mencium adanya intrik dalam persaingan antarlembaga
pelatihan. Meski begitu, sejauh ini, belum bisa dipastikan penyebab kaburnya
para TKI dari tempat penampungan.
Kasus
yang sama juga terjadi di tempat penampungan calon TKI milik PT Amira Prima di
Jalan Basoka Raya, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, tahun silam [baca: Ratusan Calon
TKI Kabur dari Asrama]. Karena itu, sekitar 100 calon TKI ini lari karena kerap
diperlakukan tidak manusiawi oleh pengelola perusahaan jasa pengiriman TKI
itu.(TNA/Satriana Nudi dan Agus Prijatnoe)[7]
Contoh Kasus 2. Gerbang Tak Dibuka,
Menaker Teriak dan Lompat Pagar Saat Sidak Penampungan TKI
JAKARTA,
KOMPAS.com — Situasi di Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS) Elkari Makmur Sentosa yang terletak di Jalan Asem Baris Raya, Gang Z,
Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2014) pagi, mendadak ramai. Saat itu,
Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dakhiri melakukan sidak.
Pantauan Kompas.com,
lokasi penampungan berbentuk rumah itu terlihat tertutup rapat. Fiber panjang
berwarna biru menutupi semua bagian pagar sehingga aktivitas para tenaga kerja
di tempat penampungan itu tak dapat dilihat dari luar. Bahkan, di lokasi
tersebut, tidak terdapat papan petunjuk tempat penampungan.
Saat tiba di lokasi,
Hanif sempat meminta izin kepada ibu asrama untuk masuk dan meninjau lokasi.
Namun, izin itu tak diberikan hingga akhirnya Hanif marah kepada pengurus
tempat penampungan itu.
"Buka pintu
pagarnya. Saya Hanif Dakhiri, Menteri Tenaga Kerja, mau sidak dan cek lokasi
ini. Kalau tidak dibuka, saya tutup tempat penampungan ini," teriak Hanif.
Teriakan tersebut sontak
membuat warga terkejut. Mereka yang awalnya hanya berada di dalam rumah lalu
keluar dan mengerumuni lokasi penampungan.
Meski Hanif telah
mengeluarkan bentakan, pintu pagar masih tetap tak kunjung dibuka. Pihak
pengurus berdalih ingin meminta izin terlebih dahulu kepada pimpinan
perusahaan. Hanif yang tak sabar lantas memerintahkan kepada ajudannya untuk
membongkar fiber penghalang pagar itu.
Kemudian, Hanif berpijak
di jok motor, lalu melompati pagar dan masuk ke dalam rumah.
Di dalam tempat
penampungan tersebut, ada 43 calon TKI berkumpul di ruang tamu. Kondisi mereka
cukup memprihatinkan. Sehari-hari, mereka melakukan aktivitas belajar, makan,
dan tidur di tempat itu.
Bahkan, lokasi
penampungan itu hanya menyediakan satu kamar mandi untuk dipakai beramai-ramai.
Tempat penampungan itu
jauh dari standar yang ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja berdasarkan
Permen 07 Tahun 2005 tentang Standaridsasi Penampungan TKI. Salah satu standar
yang ditetapkan ialah satu orang mendapat satu kasur untuk tidur. Namun, yang
terlihat justru satu kasur digunakan untuk beberapa orang.
"Ini tidak benar
ini. Tidak sesuai dengan standar aturan," kata Hanif.
Menurut pengakuan para
TKI, mereka rencananya akan disalurkan ke sejumlah negara tetangga, seperti
Malaysia dan Singapura. Sebagian besar dari mereka berasal dari wilayah
Cirebon, Jawa Barat. Mereka sudah berada di tempat penampungan itu selama satu
bulan.
"Waktu datang ke
sini saya bareng sama sekitar tujuh orang," ujar salah seorang calon TKI.[8]
Aturan tentang rumah penampungan sebagai Analisis Kasus
Tempat
penampungan adalah salah satu titik yang rawan bagi calon TKI. Penampungan
tidak hanya rawan menjadi tempat kekerasan, tetapi juga kerap menjadi
tempat segala persoalan TKI bermula. Umumnya, penampungan menjadi tempat
penandatanganan kontrak TKI sehingga dengan posisi yang lemah TKI kerap tidak
memiliki daya tawar kepada perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja
Indonesia (PPTKIS).
Beberapa
persoalan muncul akibat ketidaktahuan TKI tentang peraturan yang berlaku.
Persoalan yang kerap terjadi selama di penampungan antara lain, kerja paksa,
kekerasan fisik dan seksual serta tekanan kepada calon TKI untuk tunduk kepada
aturan semena-mena pengelola penampungan.
Narsidah,
mantan TKI asal Banyumas yang kini aktif di komunitas Peduli Perempuan dan
Buruh Migran Seruni, menceritakan kesemena-menaan PPTKIS terhadap calon TKI
selama di penampungan. Narsidah pernah tinggal di dua tempat penampungan yang
berbeda dengan kualitas pelayanan yang hampir sama.
Selama
di sana, ia dan Calon TKI tidak hanya kehilangan banyak waktu selama di
penampungan akibat sering tidak adanya kejelasan, tetapi juga kerap kehilangan
hak dan mengalami kekerasan.
Sebagai
contoh, calon TKI yang dianggap melanggar peraturan penampungan harus menjalani
hukuman berdiri di depan calon TKI lain. Terkadang, mereka harus memegangi
ember berisi pasir. Ada pula hukuman yang mewajibkan calon TKI tersebut untuk
mengangkat ember pasir naik turun tangga lantai ruangan beberapa kali.
Pengelola
hanya menyediakan sarapan pagi berupa singkong rebus dan makan siang nasi
berlauk ikan asin dan sayur secukupnya. Tempat penampungan pun cukup
memperihatinkan. Dengan jumlah calon TKI cukup banyak, fasilitas tinggal yang
disediakan menjadi tidak layak huni. Calon TKI kebanyakan harus tidur beralas
tikar. Tak jarang calon TKI harus berkelahi karena saling memperebutkan bantal.
Fasilitas mandi cuci kakus (MCK) pun sangat tidak memadai. Mulai pukul 03.00
wib calom TKI sudah harus berebut untuk mendapatkan air.
Fenomena
penapungan, seperti yang diceritakan Narsidah, sepatutnya tidak perlu terjadi.
Penampungan calon TKI telah diatur dalam Peraturan Menteri nomor
PER-07/MEN/IV/2005. PPTKIS yang gagal menyelenggarakan penampungan calon TKI
yang memadai berarti telah melanggar ketentuan tersebut. Konsekuensinya, calon
TKI dapat mengajukan keberatan dan gugatan kepada Kementrian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi agar PPTKIS tersebut dibekukan atau tidak lagi dapat beroperasi.
Peraturan
Menteri Nomor 07 tahun 2005 tersebut mengatur beberapa hal penting seperti
standar bangunan, tata letak penampungan dan pelayanan calon TKI. Standar
bangunan yang dapat digunakan sebagai penampungan calon TKI sebagaimana diatur
dalam pasal 2, yaitu:
a. Bangunan tempat
penampungan calon TKI laki-laki dan perumpuan harus terpisah.
b.
Ruang tidur untuk setiap orang minimal 7 meter kubik.
c. Satu kamar tidur
maksimal dihuni oleh 8 orang, dilengkapi dengan tempat tidur tunggal, kasur,
bantal dan sprei, tempat
d. Pakaian/barang calon
TKI, ventilasi, kipas angin, dan lampu penerangan cukup.
f. Lantai dan dinding
tempat penampungan calon TKI harus bersih dan tidak lembab.
g. Lokasi tempat
penampungan jauh dari sumber pencemaran yang mengganggu kesehatan fisik dan
mental.
h.
pagar halaman tidak tertutup rapat dan dijaga selama 24 jam oleh Satpam.
i.
lokasi tempat penampungan dekat dengan jalan raya dan mudah dijangkau.
j. di halaman depan
dipasang papan nama berukuran 100 x 200 Cm setinggi 300 Cm dan diberi
penerangan yang cukup.
k.
Selain itu, penampungan calon TKI harus menyediakan fasilitas berikut:
1.
Ruang
administrasi untuk mengerjakan pekerjaan kantor.
2.
Penitipan
barang berharga calon TKI.
3.
Papan
display/daftar penghuni tempat penampungan.
4.
Ruang
istirahat dengan TV/Radio.
5.
Ruang
untuk penerima tamu.
6.
Ruang
makan yang sehat dan bersih.
7.
Ruang
dapur yang bersih dan layak pakai.
8.
Ruang
ibadah.
9.
Air
bersih untuk minum, cuci, dan mandi.
10.
Kamar
mandi dan WC yang bersih dan tertutup.
11.
Ruang
cuci dan menjemur pakaian yang cukup.
12.
Penerangan
ruangan dan halaman yang cukup.
13.
Alat
pemadam kebakaran ringan (APAR).
14.
telpon
permanen yang dapat diakses oleh calon TKI.
15.
Sarana
transportasi berupa kendaraan roda empat, dan
16.
Ruang
klinik.
l. dilengkapi dengan
tempat pembuangan sampah yang tertutup dengan jumlah yang memadai dan pada
waktunya sampah harus dibuang ke pembuangan akhir atau dibakar di tempat yang
aman; dan
m. tersedia pintu darurat
atau jalan keluar dengan arah terbuka keluar yang aman dari bahaya kebakaran.
Selain
kewajiban untuk memenuhi standar umum fasilitas, perusahaan pelaksana
penempatan tenaga kerja Indonesia (PPTKIS) juga berkewajiban untuk mentaati
aturan khusus yang mengatur standar fasilitas di penampungan calon TKI, seperti
kamar tidur, fasilitas mandi cuci kakus (MCK) dan ruang makan
(PER-07/MEN/IV/2005, Pasal 5). Sebagai kewajiban PPTKIS, standar tersebut
merupakan bagian dari hak calon TKI. Calon TKI pada dasarnya memiliki hak untuk
menggugat atau mempertanyaakan penyelenggaraan penampungan jika tidak memenuhi
standar tersebut.
Berikut adalah uraian
standar kelayakan fasilitas di penampungan calon TKI berdasarkan pasal 5
PER-07/MEN/IV/2005:
Kamar
tidur untuk setiap TKI berukuran 7 m3, dengan ukuran minimal ketinggian dinding
3 m dan maksimal 3,5 meter. PPTKIS harus menyediakan fasilitas tidur berupa
tempat tidur, kasur, bantal dan sprei pembungkus kasur yang bersih dengan
penggantian sekurang-kurangnya satu kali seminggu. Jarak setiap tempat tidur,
jika berupa kamar yang ditinggali beberapa orang, sekurang-kurangnya adalah 100
cm. Sirkulasi udara dalam ruangan tidur penampungan calon TKI harus
diperhatikan oleh PPTKIS. Setiap kamar tidur harus memiliki jendela atau
saluran udara (ventilasi) selebar 1/6 luas lantai. Ruangan pun harus memiliki
penerangan yang cukup dan tempat penyimpanan barang (locker) dengan ukuran
minimal 40 x 60 cm untuk setiap calon TKI.
Kamar
Mandi dan toilet (WC) calon TKI di penampungan harus terpisah dari ruangan
tidur. Selain harus memiliki pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik, kamar
mandi minimal berukuran 1 x 1,5 M. Jika kamar mandi dan WC menjadi satu, maka
PPTKIS harus menyediakan kamar mandi seluas 1,5 x 2 m. Rasio atau perbandingan
pengguna dan jumlah kamar mandi/WC adalah 1:10, atau setiap kamar mandi/WC
hanya digunakan untuk 10 orang. Air bersih pun harus tersedia dalam kamar/WC
secara mencukupi untuk kebutuhan calon TKI yang menghuni penampungan.
Pembuangan kamar mandi?WC pun harus benar-benar berfungsi sehingga tidak
menimbulkan masalah kesehatan bagi calon TKI. Calon TKI pun berhak mandi sekurang-kurangnya
2 kali sehari.
Fasilitas
lain yang harus tersedia di penampungan calon TKI adalah tempat penjemuran
pakaian karena berkaitan dengan kesehatan calon TKI. Tempat penjemuran pakaian
untuk penampungan yang menampung 10-20 orang calon TKI minimal harus seluas 1,5
m2 per orang. Tempat penjemuran pakaian untuk setiap orang minimal sepanjang 1
m. hal lain yang terpenting adalah hak calon TKI untuk mencuci 1 kali setiap
hari.
Tempat
masak atau dapur pun turut diatur dalam peraturan menteri (PER-07/MEN/IV/2005).
Pengaturan kelayakan dapur sangat dibutuhkan
karena berkaitan dengan kesehatan calon TKI selama masa penampungan.
Dapur di penampungan yang dihuni oleh 50 orang calon TKI minimal harus seluas
18 m2 dengan lebar 2 meter. Kondisi dapur tersebut pun harus layak pakai dan
bersih. Alat-alat memasak layak pakai pun harus tersedia berikut dengan
fasilitas pencucian alat tersebut dan bahan makanan. Lebih terperinci, dapur
harus melalui pengujian laboratorium kesehatan untuk meminimalisir kemungkinan
penyakit. PPTKIS juga berkewajiban untuk memajang daftar menu atau makanan
selama 1 bulan.
Ruang
makan yang disediakan PPTKIS di penampungan calon TKI juga harus memenuhi
syarat-syarat yang diatur dalam permen PER-07/MEN/IV/2005. Ruang makan
penampungan untuk 50 orang calon TKI minimal harus seluas 18 m2 dengan lebar
minimal 3m. PPTKIS harus menyediakan kursi dan meja di ruang makan yang dapat
digunakan secara bergantian dan layak pakai. Ruang makan setidaknya
berventilasi dengan ukuran 1/10 ukuran luas lantai. Menu makan yang disajikan
dalam ruang makan harus disajikan dalam daftar yang dapat dilihat siapa pun.
Menu makan tersebut harus memenuhi standar 4 sehat lima sempurna.
Selain
aturan yang menyangkut fasilitas-fasilitas utama, PPTKIS harus memenuhi standar
lainnya, seperti keamanan, ketersediaan tempat beribadah dan kebebasan
beribadah bagi calon TKI, dan fasilitas tambahan lainnya. Setiap tempat
penampungan harus memiliki pagar yang kuat dan tidak tertetup dari luar
sehingga memudahkan pengawasan masyarakat. Penampungan juga harus dijaga oleh
satpan selama 24 jam secara penuh.
Tempat
istirahat atau bersantai calon tKI dengan kapasitas daya tampung sampai dengan
50 orang harus dilengkapi pula dengan fasilitas hburan seperti televisi atau
radio. Seperti ruang istirahat, Luas ruang ibadah minimal harus seluas 25 m2.
Ruang klinik kesehatan di penampungan harus menyediakan alat-alat pertolongan
pertama pada pekcelakaan (P3K) dan obatan-obatan ringan lainnya dalam jumlah
yang cukup. Ukuran ruang klinik minimal seluas 9 m2. Poliklinik tersebut juga
harus menyediakan petugas kesehatan sebagai antisipasi persoalan kesehatan
buruh migran.
Penampungan
juga harus menyediakan alat pemadam kebakaran secara memadai. Satu tabung
pemadam kebakaran berukuran minimal 1 kg harus tersedia pada setiap luas ruang
150 m2. Alat pemdam kebakaran tersebut harus diletakkan di tempat yang mudah
dijangkau dan terlihat. Maksimal, alat pemadam digantung di dinding dengan
ketinggian 1,2 m.
Penampungan
juga harus memiliki beberapa fasilitas halaman yang memadai untuk parkir serta
arena olahraga yan bersih, tidak becek dan dilengkapi dengan tiang bendera.
Setiap ruas jalan antar ruangan di penampungan pun harus dilengkapi dengan
penerangan yang memadai. Peralatan penerangan darurat seperti lilin dan lampu
minyak tanah pun harus selalu tersedia. Tak lupa, kios kebutuhan sehari-hari
pun harus tersedia untuk memenuhi kebutuhan penting calon TKI sehari-hari.[9]
Berdasarkan
uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa masih jauh sekali fasilitas yang ada saat ini didalam rumah
penampungan, mungkin terkesan memberatkan PJTKI tetapi memang seperti inilah
cara yang pantas memperlakuakan buruh migran.
C.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penempatan buruh indonesia ke luar negeri menjadi
buruh migran merupakan program nasional dalam upaya peningkatan kesejahteraan
buruh dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Pelaksanaan penempatan buruh migran di Indonesia, dapat dilakukan sendiri oleh
pemerintah maupun swasta melalui
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia atau disingkat PJTKI. Dalam
pelaksanaannya PJTKI haruslah mengikuti prosedur dan peraturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah agar hak dan kewajiban buruh migran terpenuhi dan
dapat mengurangi permasalahan – permasalahan yang ada tentang buruh migran ini.
[1] Muhammad
Irsyadul Ibad. Mengenal Aturan Penampungan Buruh Migran. Penerbit: Warta Berita
Buruh edisi VI bulan Februari 2011 hlm 8
[2] Adnan
Hamid, Makalah Tantangan dan Harapan
Perlindungan TKI di Malaysia : Jakarta, 2014.
[3] http://buruhmigran.or.id/2012/09/20/apa-definisi-buruh-migran/
[4] Adnan
Hamid, Buruh Migran dan perlindungan
hukumnya, Bekasi : Penerbit F Media, 2009. Hal 32.
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] http://news.liputan6.com/read/75142/ratusan-tki-kabur-dari-tempat-pelatihan
[8]
Kompas.com
[9] http://buruhmigran.or.id/2011/03/28/mengenal-aturan-penampungan-tki-1/2/