Menurut
hukum internasional cara penambahan wilayah yang dibenarkan adalah dengan cara
damai tanpa kekerasan. Piagam PBB Pasal 2 ayat 4 dengan jelas menyatakan
larangan untuk menambah wilayah dengan kekerasan. Berikut bunyi pasal tersebut
: Dalam melaksanakan hubungan internasional, semua anggota harus mencegah
tindakan-tindakan yang berupa ancaman atau kekerasan terhadap kedaulatan atau
kemerdekaan politik Negara lain.
Cara
memperoleh yang dibenarkan menurut hukum internasional, yaitu okupasi, akkresi,
prespeksi, cessi. Sedangkan aneksasi atau penaklukan (penggabungan suatu
wilayah lain dengan kekerasan atau paksaan kedalam wilayah negara yang
menganaksasi) tidak dibernarkan.
Penambahan
dengan cara-cara akresi,
cessi, okupasi, preskripsi, dan perolehan wilayah secara paksa yang biasanya berupa
aneksasi, saat ini masih mungkin terjadi dan masih
berlangsung. Cara tersebut (dalam teori hukum internasional) masih relevan
apabila, pada kenyataannya masih ada fenomena tersebut. Cara-cara tersebut
masih digunakan oleh negara-negara untuk menambah wilayah. Namun pada masa sekarang tidak semua cara masih
digunakan.
Cara yang paling sering muncul saat ini untuk menambah wilayah yaitu dengan
cara aneksasi dan referendum. Misalnya, aneksasi yang dilakukan Israel terhadap
wilayah Palestina. Menurut hukum internasional cara tersebut tidak dibenarkan, karena ada larangan untuk menambah wilayah dengan
kekerasan (Pasal 2 ayat 4 Piagam PPB). Selain itu, dengan
cara referendum seperti di Timor Timur 1999, Sudan Selatan 2011.
Wilayah merupakan bagian dari kedaulatan dari suatu negara. Maka dari itu
negara melindungi wilayah kekuasaan. Wilayah juga meruoakan sumber konflik
internasional (antar negara). Banyak negara ingin menambah wilayahnnya, hukum
internasional membatasi keinginan itu. Dalam memperoleh atau menambah wilyah
sering terjadi konflik antar negara. Sengketa-sengketa juga dapat diselesaikan melalui konsialiasi dan dalam
beberapa hal tertentu wajib menggunakan penyelesaian melalui konsialiasi. Berikut contoh penambahan wilayah yang masih terjadi masa sekarang :
1. Okupasi atau Pendudukan (occupation) - Sengketa Pulau Falkland oleh Inggris dan Argentina
Otoritas eksekutif Falkland berada di
bawah wewengan Ratu dan menjadi mandat gubernur. Kekalahan Argentina dalam perebutan
Falkland mengakibatkan runtuhnya kekuasaan diktator militer Argentina pada
1983. Pertentangan mengenai kontrol kepulauan tersebut masih berlangsung hingga
kini.
Sejak abad ke 18, Argentina dan Inggris telah
bersitegang soal siapa yang memiliki pulau Falkland. Pada tahun 1982, pecang
perang kedua negara memperebutkan pulau ini. Lebih dari 600 tentara Argentina
dan 200 tentara Inggris tewas dalam pertempuran tersebut. Status pulau Falkland
sendiri di PBB dianggap sebagai wilayah tak bertuan.
Konflik
tesebut saat ini mulai memanas kembali. Dilansir dari Daily Mail, Rabu 1 Februari
2012, Angkatan Laut Inggris akan menurunkan kapal penghancur tipe 45 HMS
Dauntless selama tujuh bulan di perairan sekitar Falkland, atau yang oleh
Argentina disebut pulau Malvinas. Penurunan kapal perang ini juga untuk mengamankan
wilayah tersebut menjelang perayaan pembebasan Falkland oleh Inggris dari
Argentina 30 tahun silam.
2. Akkresi (accretion) – melalui Pergerakan Sungai
Contoh cara penambahan wilayah secara alamiah yang mungkin timbul karena pergerakan sungai
atau lainnya (misalnya tumpukan pasir karena tiupan angin), terdapat wilayah
yang telah ada yang berada di bawah kedaulatan Negara yang memperoleh hak
tersebut. Tindakan atau pernyataan formal tentang hak ini tidak diperlukan.
Tidak penting untuk diketahui apakah proses penambahan wilayah itu terjadi
secara bertahap atu tidak terlihat, seperti dalam kasus biasa endap-endapan
lumpur atau tentang apakah penambahan itu disebabkan oleh sesuatu pemindahan
tanah secara tiba-tiba atau mendadak, dengan ketentuan bahwa penambahan itu
melekat dan bukan terjadi dalam satu peristiwa yang dapat diidentifikasiakan
berasal dari loksi lain.
Apabila dikatakan bertahap atau tidak kelihatan
setelah selang waktu yang cukup lama. Kaidah-kaidah hokum perdata Romawi
mengenai pembagian pemilikan terhadap endapan-endapan lumpur pada aliran atau
sungai-sungai diantara pemilik-pemilik yang bersebrangan secara analogi berlaku
terhadap persoalan pembagian kedaulatan antara Negara-negara yang bersebrangan
dimana endapan-endapan sama-sama timbul di sungai-sungai yang menjadi garis
perbatasan mereka.
3. Preskripsi (prescripton) - Pulau Palmas
Akibat perang Spanyol-Amerika
Serikat tahun 1898, Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat
berdasarkan Treaty of Paris. Pada 1906 pejabat Amerika Serikat mengunjungi
pulau Palmas (Miangas) yang diyakini Amerika Serikat sebagai wilayah yang diserahkan
kepadanya, tetapi Amerika Serikat mendapatkan bendera Belanda berkibar di Pulau
Palmas.
Amerika Serikat dan Belanda merasa
memiliki hak kedaulatan terhadap Pulau Palmas. Dasar klaim Amerika Serikat
adalah cessi, yang ditetapkan dalam Treaty of Paris. Cessi “mentransfer”
semua hak kedaulatan yang dimiliki Spanyol terhadap Pulau Palmas. Sedangkan
Belanda mendasarkan klaim kedaulatannya terhadap Pulau Palmas pada alas hak
okkupasi yaitu melalui pelaksanaan kekuasaan negara secara damai serta terus
menerus atas Pulau Palmas.
Alas Hak Okkupasi ditentukan oleh
prinsip “effectiveness”, efektif berarti memenuhi dua syarat, yakni
adanya kemauan untuk melakukan kedaulatan negara di wilayah yang diduduki dan
adanya pelaksanaan kedaulatan negara yang memadai di wilayah itu. Sedangkan
Alas Hak Cessi adalah tambahan kedaulatan wilayah melalui proses peralihan hak
yang dapat berupa pemberian, tukar menukar atau paksa. Cessi dapat terjadi
dengan sukarela atau dengan paksa. Alas hak yang diperoleh melalui cara okupasi
oleh Belanda lebih kuat dibandingkan cara cessi yang dilakukan oleh Amerika
Serikat maka dari itu Arbitror memutuskan bahwa Pulau Palmas seluruhnya merupakan
bagian wilayah Belanda.
4. Cessi atau Penyerahan (cession) –
Pembelian Alaska
Pembelian Alaska oleh Amerika Serikat dari Kekaisaran
Rusia tahun 1867. Pembelian ini menambah luas wilayah Amerika
Serikat sebesar 586.412 mil persegi (1.518.800 km²). Rusia saat itu sedang
berada dalam posisi finansial yang sulit dan takut kehilangan Alaska Rusia tanpa
kompensasi (terutama terhadap Britania Raya,
musuh mereka dalam Perang Krim). Tsar Alexander
II memilih menjual Alaska. Rusia menawarkan
Alaska pada Amerika Serikat tahun 1859. Namun, Perang Saudara Amerika meletus.
Setelah Perang Saudara Amerika berakhir, Tsar menginstruksikan menteri
Rusia untuk Amerika Serikat Eduard
de Stoeckl untuk bernegosiasi
dengan Amerika Serikat. Negosiasi dimulai pada Maret 1867, dan Amerika setuju
untuk membeli Alaska dengan harga $4.74/km2, total $7.200.000.
Pembelian ini terbukti berguna bagi Amerika Serikat karena penemuan
kandungan minyak bumi yang besar di Alaska.
Sesungguhnya penyerahan wilayah menyusul
kekalahan dalam perang lebih lazim terjadi daripada aneksasi. Suatu penyerahan
melalui traktat adalah batal apabila pembentukan traktat itu dihasilkan dari
ancaman atau penggunaan kekerasan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
hukum internasional. Negara yang menyerahkan tidak dapat mengurangi apa yang
telah ia serahkan.
5. Aneksasi atau Penaklukan (annexation) – Pendudukan Israel di Palestina
Pada tahun 1946, Transyordania memperoleh
kemerdekaan dari Mandat Britania atas Palestina. Agensi Yahudi untuk Israel mendeklarasikan
berdirinya Negara Israel sesuai
dengan rencana PBB yang diusulkan. Komite Tinggi
Arab tidak mengumumkan keadaan sendiri dan sebaliknya, bersama dengan Transyordania, Mesir, dan
anggota lain dari Liga Arab saat
itu, mulai tahun 1948 Perang Arab-Israel. Selama perang, Israel memperoleh
wilayah tambahan yang diharapkan menjadi bagian dari negara Arab di bawah
rencana PBB. Mesir
memperoleh kendali atas Gaza dan Transyordania mendapat kontrol atas West Bank.
Mesir awalnya
mendukung terciptanya Pemerintahan Seluruh Palestina, tapi itu
dibubarkan pada tahun 1959 dan Transyordania memasukkan Tepi
Barat dalam membentuk Yordania. Aneksasi itu diratifikasi pada 1950. Perang
Enam Hari 1967 berakhir
dengan ekspansi teritorial signifikan oleh Israel. Ekspansi
ini melibatkan seluruh Tepi Barat, yang tetap
di bawah pendudukan Israel, dan Jalur Gaza yang
diduduki sampai penarikan mundur Israel tahun 2005.
Faktanya,
Israel terus saja membangun permukiman Yahudi di Tepi Barat. Pembangunan
permukiman Yahudi yang terus berlanjut di daerah pendudukan akan membuat
pendudukan Israel atas wilayah Palestina menjadi permanen. Dalam laporan untuk
Sidang Umum PBB itu, Falk mengatakan, sebegitu luasnya pembangunan permukiman
Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur sehingga membuat wilayah Palestina
secara de facto telah dianeksasi Israel. Asumsi dasar resolusi DK
PBB atas pendudukan wilayah Palestina oleh Israel tahun 1967 adalah sementara
dan reversible.
Kesimpulannya,
bukan hanya berdasar pada meluasnya pemukiman Yahudi di tempat pendudukan,
melainkan juga pengusiran warga Palestina dari Jerusalem Timur dan penggusuran
rumah-rumah mereka. PBB seharusnya mendukung sanksi ataupun boikot terhadap
Israel dengan tuduhan melakukan pelanggaran hukum internasional.**