Kamis, 12 November 2015

Sistem Pemerintahan Terpadu (Teori Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut Dr. Isnaeni Ramdhan, S.H., M.H)



Sistem Pemerintahan adalah bagian – bagian dari pemerintahan, masing – masing memiliki tugas dan fungsinya sendiri – sendiri, namun secara keseluruhan,  bagian- bagian itu merupakan suatu kesatuan yang harus padu bekerjasama secara rational demi tercapainya tujuan Negara yang telah direncanakan[1]. Secara umum sistem pemerintahan terbagi atas tiga bentuk yakni sistem pemerintahan Presidensil dan Parlementer.

Sistem pemerintahan parlementer Adalah sebuah sistem permerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Pada sistem parlementer, hubungan antara eksekutif dan parlemen sangat erat. Hal ini, karena adanya pertanggung jawaban para menteri terhadap parlemen, maka setiap kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara yang terbanyak dari parlemen.

Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa dalam sistem parlementer dapat dikemukakan enam ciri, yaitu :
1.      Kabinet dibentuk dan bertanggung jawab kepada parlemen.
2.      Kabinet dibentuk sebagai satu kesatuan dengan tanggung jawab kolektif dibawah Perdana Menteri.
3.      Kabinet mempunyai hak konstitusional untuk membubarkan parlemen sebelum periode bekerjanya berakhir.
4.      Setiap anggota kabinet adalah anggota parlement yang terpilih.
5.      Kepala pemerintahan (Perdana Menteri) tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan hanya dipilih menjadi salah seorang anggota parlement.
6.      Adanya pemisahan yang tegas antara kepala negara dengan kepala pemerintahan.

Sistem Pemerintahan Presidensial adalah sistem pemerintahan yang dikepalai oleh seorang Presiden dan Menteri-menteri bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam sistem pemerintahan Presidensial tidak ada pemisahan antara fungsi kepala negara dan fungsi kepala pemerintahan, kedua fungsi tersebut dijalankan oleh Presiden. Presiden pada sistem Presidensil dipilih secara langsung oleh rakyat atau melalui badan pemilihan dan memiliki masa jabatan yang ditentukan oleh konstitusi[2]. Dalam keadaan normal, kepala pemerintahan dalam sistem Presidensial tidak dapat dipaksa untuk mengundurkan diri oleh badan legislatif (meskipun terdapat kemungkinan untuk memecat seorang Presiden dengan proses pendakwaan luar biasa). Jika pada sistem parlementer memiliki pemerintah/eksekutif kolektif atau kolegial maka pada sistem Presidensial memiliki eksekutif nonkolegial (satu orang), para anggota kabinet Presidensial hanya merupakan penasehat dan bawahan Presiden.

Diluar dari sistem pemerintahan parlementer dan presidensial, ada juga yang teori lain yang mengatakan ada sistem pemerintahan lain diluar dua sistem pemerintahan sebelumnya, yaitu sistem pemeritahan campuran.

Sistem Pemerintahan Campuran memiliki corak tersendiri yang juga dapat disebut sistem semi-presidensial. Sistem pemerintahan campuran dapat diartikan: "Pemerintah Semi – Presidensil (Campuran) menggabungkan Presiden terpilih melakukan tugas-tugas politik dengan perdana menteri yang memimpin kabinet bertanggung jawab kepada parlemen . Perdana menteri , biasanya ditunjuk oleh Presiden , bertanggung jawab untuk hari -hari pemerintah dalam negeri ( termasuk hubungan dengan perakitan ) tapi Presiden tetap peran pengawasan, tanggung jawab untuk urusan luar negeri , dan biasanya dapat mengambil kekuasaan darurat “.

Didalamnya ditentukan bahwa Presiden mengangkat para menteri termasuk Perdana Menteri seperti sistem Presidensil, tetapi pada saat yang sama Perdana Menteri juga diharuskan mendapat kepercayaan dari parlemen seperti dalam sistem parlementer[3].

Sistem Pemerintahan di Indonesia
Jika merujuk pada pengertian sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial diatas, maka Indonesia tidak dapat dikatakan menganut keduanya. Salah satu ciri sistem pemerintahan parlementer adalah Presiden dapat dijatuhkan oleh Parlemen dengan mengajukan mosi tidak percaya, tetapi di Indonesia hal tersebut tidak dapat dilakukan.

Begitu juga dengan sistem pemerintahan presidensial, di Indonesia hampir setiap tugas presiden khususnya dalam memilih atau menunjuk ketua – ketua lembaga negara penunjang harus melalui serangkaian tes dan persetujuan DPR RI[4].  

Sedangkan dengan sistem pemerintahan campuran, model sistem pemerintahan campuran cocok apabila diterapkan di negara yang memisahkan antara kepada negara dan kepala pemerintahan seperti ada presiden dan perdana menteri.

Sistem pemerintahan yang dipraktekan di Indonesia adalah sistem pemerintahan yang sesuai dengan Ideologi Pancasila, dimana bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki suatu gagasan ideologi ideal baginya, yaitu Sistem Pemerintah Terpadu.

Sistem Pemerintahan Terpadu adalah sistem yang didasarkan kepada Ideologi Pancasila yang menekankan aspek proporsional antar lembaga negara secara luas bukan hanya menyangkut presiden dan wakil presiden tetapi menyangkut juga lembaga - lembaga negara lain yang terkait demi tercapainya tujuan negara[5].

Aspek proporsional dalam Sistem pemerintahan terpadu terkait dengan hubungan fungsional, antar lembaga negara dan membangun asas saling bantu serta keseimbangan. Namun Berbeda dengan Check And Balances System versi Amerika Serikat dimana antar lembaga saling mengoreksi kesalahan sedangkan dalam Sistem pemerintahan terpadu pengawasan juga difungsikan untuk menggali potensi masing – masing lembaga negara dalam menjalankan tugasnya.

Dalam sistem pemerintahan terpadu tidak dikenal adanya pemisahan kekuasaan. Seperti kata Bung Karno dalam pidatonya mengatakan “Pemisahan kekuasaan itu sudah kolot (tua)”. Kekuasaan tidak terpisahkan melainkan terbagi secara proporsional antar lembaga negara


[2] Negara Amerika merupakan acuan bagi sistem Presidensil. Sistem pemisahan kekuasaan dan sistem check and balance menjadi konsekwesi terbentuknya sistem pemerintahan Presidensil. Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Op. Cit., hlm. 177. PDF
[3] Sistem campuran ini dapat pula disebut hybrid system. Jika dipandang dari segi Presidensil maka dikenal dengan kuasi Presidensil sedangkan jika dipandang dari sistem parlementer maka dikenal dengan kuasi parlementer. Jimly Asshiddiqie, Pergumulan, hlm. 89.
[4] Catatan Kuliah Hukum Tentang lembaga Negara, DR. M. Isnaeni Ramdhan, S.H., M.H. Universitas Pancasila, 2015
[5] DR Moch Isnaeni Ramdhan, S.H., M.H. Wakil Presiden Bukan Ban Serep, tinjauan kritikal tugas dan kewenangan wakil presiden. FHUP Press 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar