BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berdasarkan Tujuan Negara Indonesia, Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang
merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat
strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu
upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan
produktif.[1]
Dalam Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 banyak disebutkan dalam beberapa pasal yang menjadi landasan dan
berkaitan dengan hak – hak rakyat atas kebutuhan hidup yang layak sebagai
berikut :
·
Pasal 28A “Setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”
·
Pasal 28C ayat (1) “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia”
·
Pasal 28H ayat (1) “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
·
Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak”.[2]
Untuk itu Negara bertanggung jawab melindungi segenap
bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar
masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan
terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan.
Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan
memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi
masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang
berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan
fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya
yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat
demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[3]
Pembangunan
perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang
ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan
pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi
kesehatan. Industri bahan bangunan wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia
Pembangunan
rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah,
dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika ekonomi pada tiap
daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.
Pengendalian
perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk:
perizinan; penertiban; dan/atau penataan. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang
selanjutnya disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya
beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. Untuk
memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib
memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program
perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.[4]
B.
Pokok Permasalahan
1. Apa saja Usaha – usaha yang telah dan
akan dilakukan oleh Pemerintah untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atas
perumahan bagi rakyat ?
2. Peraturan perundang – undangan mana
saja yang berkaitan dengan pembangunan perumahan ?
3. Siapa saja yang bertanggungjawab untuk
tercapainya tujuan pemenuhan kebutuhan atas perumahan bagi rakyat khusunya
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ?
C.
Tujuan Penelitian
Suatu
penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Dalam merumuskan tujuan penelitian, penulis berpegang pada metode deskriftif.
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui usaha – usaha yang telah dan akan dilakukan
oleh Pemerintah untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atas perumahan bagi
rakyat
2.
Dapat memadukan peraturan perundang – undangan yang saling terkait
mengatur tentang Pemenuhan Perumahan untuk rakyat
3.
Memahami tentang siapa yang bertanggungjawab untuk
tercapainya tujuan pemenuhan kebutuhan atas perumahan bagi rakyat khusunya
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
D. Metode Penelitian
Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan mempergunakan
suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk
dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang
bersangkutan. Metode adalah pedoman–pedoman, cara seseorang ilmuwan mempelajari
dan memahami lingkungan–lingkungan yang dihadapi. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan Metode sebagai berikut :
Metode Yuridis Normatif yaitu metode yang dilakukan berdasarkan bahan hukum
utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan
ini dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari
buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan
dengan penelitian ini.
BAB II
ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
Secara Umum, Rumah adalah bangunan gedung
yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,
cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
Secara Khusus Rumah terbagi Atas 5 golongan :
1.
Rumah
komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan
keuntungan.
2.
Rumah
swadaya adalah rumah yang dibangun atasprakarsa dan upaya masyarakat.
3.
Rumah
umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah.
4.
Rumah
Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri.[5]
Perumahan adalah
kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,
yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya
pemenuhan rumah yang layak huni. (Pasal 1 (2) UU No 1 / 2011)
Kawasan permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan. (Pasal 1 (3) UU No 1 / 2011)
Perumahan dan kawasan
permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan
perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta
peran masyarakat (Pasal 1 (1) UU Nomor 1 tahun 2011).
Pemukiman merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia. Perintah wajib memberikan akses kepada
masyarakat untuk dapat memperoleh pemukiman ayak huni, sejahtera, berbudaya dan
berkeadian sosial.
Pengembangan
pemukiman hendaknya juga mempertimhangkan aspe sosial. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pembangunan pemukiman diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Peran Kabupaten/ Kota dalam pengembangan wilayah
2.
Rencana Pembangunan Daerah
3.
Memperhatikan Kondisi Alamiah atau tipologi
4.
AMDAL[6]
Penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan
terpadu dan berkewajiban menyelenggarakannya adalah pemerintah serta pihak lain
yang memiliki wewenang atas hal tersebut.
Negara wajib dan
harus bertanggungjawab menyediakan rumah layak huni bagi rakyat Indonesia.
Tidak boleh ada satupun keluarga warga Negara Indonesia yang tidak memiliki
rumah layak huni. Ini suatu prinsip HAM. Namun dalam kenyataannya, Negara masih
belum mampu dan jauh dapat memenuhi dan melaksanakan kewajiban untuk
menyediakan rumah layak huni bagi rakyat Indonesia.
TANGGUNG JAWAB
BERSAMA
Kebutuhan rumah yang
terus meningkat di setiap tahun simultan dengan kebutuhan tanah dimana rumah
berdiri. Di sisi lain, keterbatasan lahan dalam memenuhi kebutuhan tanah untuk
perumahan terus menjadi masalah yang memerlukan penanganan secara konprehensif.
Kebutuhan akan perumahan hingga tahun 2025 diperkirakan mencapai lebih dari 30
juta unit, sehingga kebutuhan rumah baru diperkirakan mencapai 1.2 juta unit
per tahun. Akibat ketimpangan pertumbuhan penduduk berdampak pada kebutuhan
akan hunian dibandingkan dengan ketersediaan rumah layak, diperkirakan backlog
di bidang perumahan mengalami peningkatan dari 5.8 juta unit (pada tahun 2004)
menjadi 7.4 juta unit (pada tahun 2009), sementara itu pertumbuhan keluarga
baru setiap tahun sekitar 700.000 keluarga. Disamping itu, terindikasi pada
tahun 2009 terdapat 4.8 juta unit rumah dalam kondisi rusak. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2012 mengenai angka backlog perumahan sebanyak 13,6 juta
terus menjadi acuan. Angka ini bertambah 800 ribu unit per tahun, dan akan
terus bertambah apabila Pemerintah tidak segera menemukan solusi.[7]
Ide bahwa penyelenggaran
perumah-an dan kawasan permukiman bukan hanya menjadi “Domain” pemerintah terlihat
jelas dalam bagian asas dan tujuan. Sebagaimana tercantum pada salah satu
tujuannya yaitu “memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan
perumahandan kawasan permukiman”.
Sementara salah satu
asasnya adalah kemitraan. Hal ini akan semakin jelas dalam bab terkait
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman (Bab III sampai Bab XII), khususnya
pada Bab XI tentang Hak dan Kewajiban dan Bab XII tentang Peran Masyarakat.
Terkait hak dan kewajiban digunakan frasa ‘setiap orang’ berhak dan
berkewajiban dan seterusnya. Sementara terkait peran masyarakat dikatakan bahwa
penyelenggaraan perumahan dan kawasan perrmukiman dilakukan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat berupa memberi masukan
dalam tahapan penyusunan rencana, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan, pemeliharaan
dan perbaikan, dan pengendalian. Bahkan lebih jauh lagi keter-libatan
masyarakat diwadahi melalui forum pengembangan perumahandan kawasan permukiman
yang ang-gotanya baik dari pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya.[8]
PROGRAM SATU JUTA
RUMAH UNTUK RAKYAT
Untuk memenuhi visi pembangunan dalam rangka
penyelenggaran perumahan rakyat yaitu “setiap keluarga menempati rumah yang
layak huni”. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 telah menetapkan arah kebijakan dan
strategi untuk mengatasi kesulitan Masyarakat Berpengahsilan Rendah (MBR) dalam
penyediaan hunian layak, aman, dan terjangkau serta didukung oleh penyediaan
prasarana, sarana dan utilitas (PSU) yang memadai. Arah kebijakan dan strategi
dimaksud antara lain: peningkatan peran fasilitasi Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dalam menyediakan hunian baru (sewa/milik) dan peningkatan kualitas
hunian. Penyediaan hunian baru (sewa/milik) dilakukan melalui pengembangan
system pembiayaan perumahan nasional yang efektif dan efisien termasuk
pengembangan subsidi uang muka, kredit mikro perumahan swadaya, bantuan
stimulan, memperluas program Fasilitas Lukuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP),
serta integrasi tabungan perumahan dalam system jaminan sosial nasional.[9]
SOLUSI ATAS PEMENUHAN PERUMAHAN
1.
Pembentukan
Badan Layanan Umum Daerah bidang Perumahan (BLUD). BLUD ini diharapkan dapat
mengelola dana dari APBD dan obligasi daerah untuk keperluan penyelenggaraan
rumah MBR. Karena Daerah-daerah bertanggungjawab atas penyelenggaraan tanah
untuk rumah MBR, harus didorong Daerah-daerah untuk mendirikan BLUD untuk
pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR. BLUD ini akan mengelola
asset-aset untuk pemberdayaan dan perkuatan pembangunan perumahan bagi MBR.
Pemerintah membantu dan mendorong Pemda untuk membentuk BLUD bidang perumahan.
Di Pusat telah terbentuk Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Perumahan (BLU
PPP) Kemenpupr. BLU PPP ini bahkan telah mengadakan penandatangan Perjanjian
Kerjasama Operasional (PKO) tentang Penyaluran Dana FLPP (Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan) dalam rangka Pengadaan Perumahan melalui
Kredit/Pembiayaan pemilikan rumah sejahtera (Tapak dan Susun) dengan Bank
Bukopin dan Bank BTN Konvensional dan Bank BTN Syariah. BLU PPP ini juga
mengelola dana FLPP dari APBN untuk program rumah MBR.
2.
Pemerintah
tengah menyiapkan Perum Perumnas untuk berfungsi sebagai perpanjangan tangan
Pemerintah untuk menyediakan rumah MBR melalui penguasaan tanah. Hal ini
sesungguhnya pernah dilakukan pada masa lalu. Menurut Sumber Pemerintah, saat ini
revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perum Perumnas
diusulkan mendapat penugasan khusus, tetapi juga sebagai pengelola perumahan.
Berdasarkan revisi ini, kemungkinan, tanah-tanah yang “idle” milik Pemerintah
akan diserahkan kepada Perum Perumnas. Perum Perumnas nampaknya kembali
diberbadayakan dan mendapat dukungan penuh oleh Pemerintah.
3.
Melibatkan
sektor swasta dalam perspektif Public-Private Partnership (PPP). Diharapkan,
sektor swasta bersedia menyediakan tanah bagi penydiaan rumah MBR. Juga
membangun kemitraan dengan badan secara hukum dan keberadaan di masyarakat
diakui (kelembagaan dapat yayasan, wakaf, perkumpulan berbadan hukum dan lain).
Tanah dimiliki oleh masyarakat dicari model kemitraan, termasuk tanah selama
ini terlantar/HGU bisa diajukan untuk pembangunan perumahan MBR.
4.
Memfasilitasi
Pemda agar bisa membiayai pengadaan tanah melalui bantuan likuiditas seperti
FLPP dan juga BLUD memiliki dana dan berfungsi memfasilitasi Pemda agar bisa
membiayai penyediaan tanah.
5.
Melembagakan
Obligasi di Daerah-daerah untuk membantu Pemda sehingga setiap Daerah mempunyai
penambahan pembiayaan tanah dan untuk pembiayaan suku bunga. Obligasi adalah
Surat Berharga Daerah dijual ke masyarakat (WNI) berdasarkan jaminan tanah
dimiliki. Pemerintah perlu memberi bantuan teknis pendampingan Pemda membuat
obligasi. Dana obligasi bisa digunakan untuk bangunan, PSU, atau subsidi.
Potensi obligasi daerah harus digali sehinga Pemda bersangkutan mempunyai
penambahan pembiayaan untuk pengadaan tanah dan pembiayaan fasilitas suku bunga
bisa dijangkau. Pemerintah dalam hal ini Kemenpera harus segera membuat
kebijakan matang tentang obligasi Daerah dalam perspektif UU No. 1 tahun 2011
bahwa Daerah wajib menangani urusan perumahan bagi Warga Negara Indonesia. Dana
obligasi sebaliknya dikelola oleh BLUD.
6.
Mempercepat
pelaksanan land banking. Mengacu UU No. 1 tahun 2011, khusus Bab IX, “land
banking” merupakan suatu keharusan, terutama diawali dengan tanah tidak
termanfaatkan secara baik oleh Negara atau lembaga-lembaga lain melalui suatu
proses konslidasi. Pemerintah dapat menugasi Perum Perumnas atau membentuk
Badan Konsolidasi Tanah untuk pengadaan tanah termasuk untuk penyelenggaraan
rumah murah.
7.
Pemerintah
membuat politik anggaran untuk konsolidasi tanah di dalam APBN, di samping
tetap meningkatkan APBN, baik melalui mekanisme FLPP atau tidak, untuk subsidi bunga
dan subsidi uang muka.
8.
Pemerintah
membantu Daerah untuk penyiapan tanah matang dengan mengalokasikan Dana Alokasi
Khusus (DAK). Tanah matang adalah tanah mentah disediakan Pemda bisa
dimatangkan dalam arti dilengkapi dengan prasarana dan sarana. Perlu ada
kewajiban dari sekian Hektar tanah dimatangkan dari alokasi DAK, untuk
peruntukan rumah murah.
9.
Kemepur
berupaya memastikan telah tersedia lahan dalam penyelenggaraan rumah MBR
sebelum dilaksanakan alokasi program dan fasilitas ke Daerah bersangkutan.
Selama ini pendekatan digunakan adalah Pemerintah mempunyai banyak program dan
fasilitas tetapi tidak menguasai lahan dan menyerahkan pengadaan lahan kepada
Pemda. Pendekatan ini harus dibalik, yakni justru kepastian penyediaan lahan
menjadi prasyarat, baru kemudian bisa mengalokasikan program-program ke Daerah.
10. Fasilitasi kerjasama pemanfaatan tanah untuk
pembangunan perumahan bagi MBR, termasuk perumahan umum. Lebih detailnya, akan
diuraikan di bagian di bawah ini.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulam
Kebutuhan rumah akan
terus meningkat di setiap tahun simultan dengan kebutuhan tanah dimana rumah
berdiri. Di sisi lain, keterbatasan lahan dalam memenuhi kebutuhan tanah untuk
perumahan terus menjadi masalah yang memerlukan penanganan secara konprehensif
Setidaknya lebih dari
3 peraturan peraturan perundang – undangan yang bisa di kolaborasikan untuk
tercapainya tujuan pemenuhan atas perumahan untuk rakyat khusunya MBR.
Penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman yang merupakan kegiatan perencanaan,
pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan
kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu dan berkewajiban menyelenggarakannya adalah
pemerintah serta pihak lain yang memiliki wewenang atas hal tersebut.
Negara wajib dan
harus bertanggungjawab menyediakan rumah layak huni bagi rakyat Indonesia namun
disamping itu, peran serta masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan perumahan
khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) juga sangat penting dalam
mencapai tujuan Negara Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen PU, Buku
Panduan Pengembangan Pemukiman (RPIJM) 2007 PDF
Effendi, Muchtar
Harahap. Artikel tentang kebutuhan perumahan backlog sejuta : Fisip Universitas
Jayabaya. PDF
INFORUM, Membedah
Undang Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Majalah INFORUM. Edisi 3 tahun 2010
Pustaka Mahardika. 3
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia. Jakarta
Peraturan
Perundang – Undangan :
Undang – Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Pemukiman
PP Nomor 15 tahun 2004 Tentang Perumahan
Nasional
Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015
– 2019
Permen Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2014
tentang Petunjuk Tehnis Penggunaan dana Alokasi Khusus Bidang Perumahan dan
Pemukiman
Website :
https://lismei05.wordpress.com/2014/11/16/permukiman-dan-perumahan-rumah-susun/ diakses pada hari jumat 13 November 2015
pukul 00.31 WIB
[1]
Konsiderans UU No 1 Tahun 2011
[3] Konsiderans UU No 1 tahun 2011, Op CIt
[4]
https://lismei05.wordpress.com/2014/11/16/permukiman-dan-perumahan-rumah-susun/
[5] Pasal
1 Nomor 8, 9, 10, 11, dan 12 UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Pemukiman
[6]
Departemen PU, Buku Panduan Pengembangan Pemukiman (RPIJM) 2007 PDF
[7] Muchtar Effendi Harahap, Artikel tentang
kebutuhan perumahan backlog sejuta. Fisip Universitas Jayabaya. PDF
[8] Membedah Undang Undang Perumahan dan
Kawasan Permukiman. Majalah INFORUM Edisi 3 tahun 2010 PDF
[9] Ibid
[10] Ibid
How to Use your 10 cost-of- titanium fuel on a highway
BalasHapusIf you don't know where titanium white to start, I want to see a cheap titanium titanium jewelry piercing fuel babyliss nano titanium for an automobile titanium wok or motor and gr5 titanium fuel system to the nearest airport.