I. KASUS PERKAWINAN
Terlanjur
Hamil, 100 Pasangan Belasan Tahun Ajukan Dispensasi Menikah
Harianjogja.com,
GUNUNGKIDUL-Pernikahan usia dini seperti
menjadi tren di Gunungkidul. Dari tahun ke tahun jumlah dispensasi kawin yang
diajukan selalu melonjak.
Dari data yang
dihimpun dari Pengadilan Agama Wonosari, pada 2008 ada 19 dispensasi kawin yang
diajukan. Jumlah itu terus meningkat tajam seiring bergantinya tahun. 2009 ada
60 dispensasi, 2010 ada 120 dispensasi, 2011 ada 145 dispensasi, 2012 ada 172
dispensasi.
Hingga
pertengahan 2013 tercatat hampir 100 permohonan dispensasi kawin. Kebanyakan
dispensasi diajukan karena terjadi kehamilan di luar nikah. “Yang tergolong
pernikahan dini yakni untuk wanita di bawah 16 tahun dan laki-laki di bawah 19
tahun. Alasan mereka meminta dispensasi kawin mayoritas karena sudah hamil
duluan,” papar Hakim Pengadilan Agama Wonosari, Muhamad Dihan, Selasa
(2/7/2013).
Tren nikah dini
ini tak lepas dari pergaulan bebas di kalangan remaja. Menurut Kabid
Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan, Masyarakat dan Keluarga
Berencana (BPMPKB), Sri Sumiyati pengaruh lingkungan menjadi faktor yang
mempengaruhi.
Selain itu,
kurangnya pengawasan dari orang tua juga menyebabkan pergaulan anak yang tidak
terkontrol. Apalagi orang tua yang pergi merantau untuk bekerja dan menitipkan
anak kepada kakek atau neneknya. Kecenderungan kakek dan nenek untuk memanjakan
cucu juga menjadi bomerang. “Kami selalu rutin sosialisasi tentang kesehatan
reproduksi remaja kepada anak. Tapi kalau tidak diimbangi peran orang tua serta
orang di sekitar anak, juga susah. Kondisi ini sangat memprihatinkan apalagi
kebanyakan sudah hamil duluan,” papar dia kepada Harianjogja.com kemarin,
Selasa (2/7/2013).
Lebih lanjut,
pernikahan usia dini tersebut akan membawa dampak negatif bagi keduanya.
Kondisi mental dan ekonomi yang belum siap matang rentan mengakibatkan
kekerasan dalam rumah tangga. Kehidupan rumah tangga pun tidak akan harmonis.
Selain itu anak yang akan dilahirkan kelak rentan tidak tercukupi kebutuhan
kasih sayangnya dan menjadi terlantar.**
II.
ANALISIS
Terlanjur
hamil, 100 pasangan belasan tahun ajukan dispensasi. Kasus yang terjadi di
Jogja ini cukup menggemparkan. Jika tinjau dari hukum islam maka kasus hamil
diluar nikah ini disebut zina.
Allah
Berfirman dalam QS Al Israa : 32 "Dan
janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)” Pelaku zina ada yang
berstatus telah menikah (al-Muhshân) dan ada pula yang belum menikah (al-Bikr).
Dalam kasus ini pelaku berstatus al bikr dan hukumam yang di jatuhkan kepada
pelaku berdasarkan hukum islam adalah dicambuk seratus kali dan ditambah
pengasingan rumah (Ijtihad Ulama Al Wazir). Selanjutnya, dalam kasus tersebut
juga adanya perkawinan dalam keadaan hamil. Dalam hukum islam, perkawinan dalam
keadaan hamil adalah haram yang esensi hukumnya berarti tidak boleh
dilaksanakan. Allah Berfirman dalam QS At Talaq : 4 “sedangkan perempuan-perempuan yang hamil waktu iddah mereka itu sampai
mereka melahirkan kandungannya..” dan salah satu larangan perkawinan adalah
jika perempuan dalam masa iddah. Lalu untuk batasan menikah dalam Hukum islam
tidak ada patokan dengan umur melainkan baligh yang ditandai dengan ciri
tertentu.
Jika
ditinjau dari Hukum Positif Indonesia, dalam pasal 6 ayat 2 UU No 1 /1974 bahwa
untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun
harus mendapat izin orang tua. Lalu mengenai dispensasi perkawinan dalam Pasal
7 ayat (1) dan (2) UU No 1/1974 yang berbunyi “Perkawinan hanya dapat diizinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 Tahun. Dalam hal penyimpangan pasal (1)
pasal ini dapat dimintai dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang di
tunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”
Selanjutnya
mengenai kawin hamil di dalam Bab VIII Kawin Hamil Pasal 53 Ayat (1) (2) & (3)
Buku Ke I Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa “Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat di kawinkan dengan pria yang
menghamilinya (1); Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1)
dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya (2); Dengan
dilangsungkannya perkawinan pada saat hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang
setelah anak yang dikandung lahir (3).**Reg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar